Minggu, 30 Juni 2019

Please, Be Happy #2

By LR

SIANG MUSIK
“Jadi lu bakal sendirian selama 1 bulan ini?”, tanya Rena saat mereka makan siang di kantin. Nurza hanya mengangguk sambil memakan bakpau coklat pemberian Hito tadi pagi. “Hati-hati loh, apalagi kan lu populer.”, ujar Rena sambil menyenggol pelan pundak Nurza yang duduk disebelahnya. Nurza hanya menanggapinya biasa. Memasuki tahun kedua di SMA, Nurza makin terkenal dengan bakat yang dimilikinya. Dari SD, dia selalu mendapat peringkat pertama hingga saat ini, bakat dari ibunya yang seorang dokter. Dia pun berbakat di dunia musik, baik itu bernyanyi ataupun memainkan alat musik, bakat turunan dari sang ayah. Maka tak heran, jika di laci meja belajar dan loker tempat dia menyimpan buku-buku paket sekolahnya akan dipenuhi oleh berbagai hadiah, baik itu bunga, coklat ataupun surat.
Nurza sendiri tak pernah mengambil pusing, dia selalu membawa semua hadiah itu pulang sebagai bentuk penghargaan bagi si pemberi. Sekalipun tidak semua coklat dia makan sendiri, dia sering membaginya dengan Rena atau anak-anak yang ditemuinya di jalan pulang atau malah menyimpannya di kulkas apartemen untuk cadangan cemilannya. Karena Nurza sangat menyukai bunga, jadi dia pasti akan menyimpan bunga-bunga pemberian ‘fans’-nya itu di botol plastik dan memajangnya di teras apartemennya yang terkena sinar matahari. Sudah banyak bunga yang dia dapatkan, dan itu selalu bertambah setiap harinya, sampai Nurza bingung untuk mengatur ulang ‘taman bunga mini’ miliknya itu.
Namun, sekalipun Nurza pintar dan berbakat, tapi dia cukup pendiam. Dia tidak akan banyak bicara jika dirasa obrolan itu tidak terlalu penting atau sudah pernah dijawabnya. Di kelas pun, dia hanya akan bersuara kalau guru bertanya padanya atau ada temannya yang meminta untuk dijelaskan sesuatu. Saat ada diskusi pun, kebanyakan Nurza akan diam dan mencatat. Teman yang dekat dengannya pun bisa terhitung jari, selebihnya merasa Nurza itu sombong dan dingin. Namun ternyata karena ke-cool-annya itulah yang makin membuat Nurza populer, terlebih di kalangan cowok.
“Kalo laci meja sama loker lu penuh lagi, bagi setengahnya buat gue ya? Bunganya juga.”, pinta Rena sambil mengapit lengan Nurza dan berjalan menuju kelas. “Tumben. Biasanya coklat aja.”, balas Nurza sambil menyeruput susu vanillanya. “Ngiri gue liat taman bunga mini yang lu bikin, jadi pengan bikin juga. Cuma kan sayang kalo beli bunga sendiri. Hahaha~”, jawabnya sambil tertawa puas. Nurza hanya bisa berdecak sambil menggelengkan kepalanya. “Lagian kebanyakan emang pada ngasih bunga kan? Jadi gak apalah kasih gue setengahnya mah, fans lu gak bakalan protes kok. Sekalipun nantinya protes, gue udh biasa kok dengernya. Hahaha~~”, lanjutnya lagi masih dengan tertawa puas. “Pesona Ice Queen mah gak bakal leleh walau cuaca panas.”, tambah Rena yang langsung dijitak pelan sama Nurza. “Apaan sih?! Geli gue.”, ujar Nurza sambil tersenyum geli.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Rena. Dia pun berbalik kaget karena tidak merasa kalau ada orang dibelakangnya. “Bisa pinjem Nurza-nya sebentar gak, Ren?”, tanya cowok itu sopan. Wajah Rena langsung memerah begitu tahu siapa yang menepuknya tadi. Crush-nya dari pertama kali masuk sekolah ini, Ka Dion. “Nurza bukan barang yang bisa dipinjem-pinjem, Ka.”, kalimat itu keluar dari mulut Rena tanpa disadari. Dia sendiri pun sempat kaget dan akhirnya hanya bisa merutuk dalam hati. “Maaf, bukan itu maksudnya. Hehehe.”. Dion pun jadi terlihat canggung. “Cuma pengen ngajak kalian lagi buat ikut club musik aja. Dari kalian kelas satu juga selalu gue ajakin tapi Nurza selalu gak mau. Kali aja sekarang udah berubah pikiran kan?”, ujar Dion kemudian. “Kayaknya masi...”, “Boleh tuh, kak, boleh.”, potong Rena sambil mengapit tangan Nurza lebih keras. Nurza agak mengernyit kesakitan namun mengerti maksud Rena. “Bener? Nurza mau masuk grup musik? Anak-anak lain berharap banget kamu mau masuk grup musik.”. Dion terlihat bersemangat, matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja dibelikan permen lolipop besar.
“Kita rencananya mau ikut festival musik gitu di sekolah sebelah sekitar 5 mingguan lagi, dan kalau menang selain bakal dapat hadiah yang lumayan, klub musik juga bakal dipatenin di sekolah. Jadi gimana?”, jelas Dion masih dengan mata yang berbinar. Itu makin membuat Rena luluh dan Nurza yang kebingungan harus membalas apa. Rena pun langsung menatap Nurza penuh harap. Nurza masih bingung harus membalas apa tentang tawaran Dion itu. “Gue tau kalau lu minggu-minggu ini bakal sibuk ngurusin acara sekolah, jadi gue udah nawarin ke anak-anak klub untuk tetap latihan walau gak ada lu. Kita mulai latihan bareng setelah lu beres ngurusin acara sekolah. Memang jadinya mepet sih, tapi gue yakin kalo lu pasti bisa kok.”. Dion seolah mengerti kenapa Nurza masih terdiam dan tidak menjawab tawarannya. “Gue juga ikut kepanitian ngurusin acara sekolah soalnya, makanya gue tahu.”, tambah Dion. Rena masih menatap Nurza penuh harap. “Okehlah.”, balas Nurza yang langsung disambut pelukan dari Rena dan Dion yang tersenyum senang. “Kalau gitu, nanti sore kita ketemuan dulu sama anak-anak klub. Bisakan?”, tanya Dion lagi. “Rena juga diajak kok.”, tambahnya. Nurza hanya mengangguk tanpa berkata apapun.
===
tbc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar