By LR
SIANG MUSIK
SIANG MUSIK
“Jadi lu bakal sendirian selama 1
bulan ini?”, tanya Rena saat mereka makan siang di kantin. Nurza hanya
mengangguk sambil memakan bakpau coklat pemberian Hito tadi pagi. “Hati-hati
loh, apalagi kan lu populer.”, ujar Rena sambil menyenggol pelan pundak Nurza
yang duduk disebelahnya. Nurza hanya menanggapinya biasa. Memasuki tahun kedua
di SMA, Nurza makin terkenal dengan bakat yang dimilikinya. Dari SD, dia selalu
mendapat peringkat pertama hingga saat ini, bakat dari ibunya yang seorang
dokter. Dia pun berbakat di dunia musik, baik itu bernyanyi ataupun memainkan
alat musik, bakat turunan dari sang ayah. Maka tak heran, jika di laci meja
belajar dan loker tempat dia menyimpan buku-buku paket sekolahnya akan dipenuhi
oleh berbagai hadiah, baik itu bunga, coklat ataupun surat.
Nurza sendiri tak pernah mengambil
pusing, dia selalu membawa semua hadiah itu pulang sebagai bentuk penghargaan
bagi si pemberi. Sekalipun tidak semua coklat dia makan sendiri, dia sering
membaginya dengan Rena atau anak-anak yang ditemuinya di jalan pulang atau
malah menyimpannya di kulkas apartemen untuk cadangan cemilannya. Karena Nurza
sangat menyukai bunga, jadi dia pasti akan menyimpan bunga-bunga pemberian
‘fans’-nya itu di botol plastik dan memajangnya di teras apartemennya yang
terkena sinar matahari. Sudah banyak bunga yang dia dapatkan, dan itu selalu
bertambah setiap harinya, sampai Nurza bingung untuk mengatur ulang ‘taman
bunga mini’ miliknya itu.
Namun, sekalipun Nurza pintar dan
berbakat, tapi dia cukup pendiam. Dia tidak akan banyak bicara jika dirasa
obrolan itu tidak terlalu penting atau sudah pernah dijawabnya. Di kelas pun,
dia hanya akan bersuara kalau guru bertanya padanya atau ada temannya yang
meminta untuk dijelaskan sesuatu. Saat ada diskusi pun, kebanyakan Nurza akan diam
dan mencatat. Teman yang dekat dengannya pun bisa terhitung jari, selebihnya
merasa Nurza itu sombong dan dingin. Namun ternyata karena ke-cool-annya itulah yang makin membuat Nurza populer, terlebih di kalangan
cowok.
“Kalo laci meja sama loker lu penuh
lagi, bagi setengahnya buat gue ya? Bunganya juga.”, pinta Rena sambil mengapit
lengan Nurza dan berjalan menuju kelas. “Tumben. Biasanya coklat aja.”, balas
Nurza sambil menyeruput susu vanillanya. “Ngiri gue liat taman bunga mini yang
lu bikin, jadi pengan bikin juga. Cuma kan sayang kalo beli bunga sendiri.
Hahaha~”, jawabnya sambil tertawa puas. Nurza hanya bisa berdecak sambil
menggelengkan kepalanya. “Lagian kebanyakan emang pada ngasih bunga kan? Jadi
gak apalah kasih gue setengahnya mah, fans lu gak bakalan protes kok. Sekalipun
nantinya protes, gue udh biasa kok dengernya. Hahaha~~”, lanjutnya lagi masih
dengan tertawa puas. “Pesona Ice Queen mah gak bakal leleh walau cuaca panas.”,
tambah Rena yang langsung dijitak pelan sama Nurza. “Apaan sih?! Geli gue.”,
ujar Nurza sambil tersenyum geli.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak
Rena. Dia pun berbalik kaget karena tidak merasa kalau ada orang dibelakangnya.
“Bisa pinjem Nurza-nya sebentar gak, Ren?”, tanya cowok itu sopan. Wajah Rena
langsung memerah begitu tahu siapa yang menepuknya tadi. Crush-nya dari pertama
kali masuk sekolah ini, Ka Dion. “Nurza bukan barang yang bisa dipinjem-pinjem,
Ka.”, kalimat itu keluar dari mulut Rena tanpa disadari. Dia sendiri pun sempat
kaget dan akhirnya hanya bisa merutuk dalam hati. “Maaf, bukan itu maksudnya.
Hehehe.”. Dion pun jadi terlihat canggung. “Cuma pengen ngajak kalian lagi buat
ikut club musik aja. Dari kalian kelas satu juga selalu gue ajakin tapi Nurza
selalu gak mau. Kali aja sekarang udah berubah pikiran kan?”, ujar Dion
kemudian. “Kayaknya masi...”, “Boleh tuh, kak, boleh.”, potong Rena sambil
mengapit tangan Nurza lebih keras. Nurza agak mengernyit kesakitan namun
mengerti maksud Rena. “Bener? Nurza mau masuk grup musik? Anak-anak lain
berharap banget kamu mau masuk grup musik.”. Dion terlihat bersemangat, matanya
berbinar seperti anak kecil yang baru saja dibelikan permen lolipop besar.
“Kita rencananya mau ikut festival
musik gitu di sekolah sebelah sekitar 5 mingguan lagi, dan kalau menang selain
bakal dapat hadiah yang lumayan, klub musik juga bakal dipatenin di sekolah.
Jadi gimana?”, jelas Dion masih dengan mata yang berbinar. Itu makin membuat
Rena luluh dan Nurza yang kebingungan harus membalas apa. Rena pun langsung
menatap Nurza penuh harap. Nurza masih bingung harus membalas apa tentang
tawaran Dion itu. “Gue tau kalau lu minggu-minggu ini bakal sibuk ngurusin
acara sekolah, jadi gue udah nawarin ke anak-anak klub untuk tetap latihan
walau gak ada lu. Kita mulai latihan bareng setelah lu beres ngurusin acara
sekolah. Memang jadinya mepet sih, tapi gue yakin kalo lu pasti bisa kok.”.
Dion seolah mengerti kenapa Nurza masih terdiam dan tidak menjawab tawarannya.
“Gue juga ikut kepanitian ngurusin acara sekolah soalnya, makanya gue tahu.”,
tambah Dion. Rena masih menatap Nurza penuh harap. “Okehlah.”, balas Nurza yang
langsung disambut pelukan dari Rena dan Dion yang tersenyum senang. “Kalau
gitu, nanti sore kita ketemuan dulu sama anak-anak klub. Bisakan?”, tanya Dion
lagi. “Rena juga diajak kok.”, tambahnya. Nurza hanya mengangguk tanpa berkata
apapun.
===
tbc
tbc